Laman

Jumat, 14 November 2014

Menyikapi perbedaan pendapat kaum muslim yang telah berpecah-pecah

بسم الله الرحمن الرحيم
Saudaraku muslimin walmuslimat rahimakum Allah.semoga kita senantiasa diberikan kafahaman akan agama Allah dijaga dari kebodohan yang menghinakan diri pribadi dan merusak agama Allah yang suci,murni dan haq (diinul islam).
Perbedaan faham diantara muslimin mulai  dari setelah wafatnya rasullullah SAW. Hingga masa yang panjang telah memecah belah ummat islam,bukan hanya pandangan yang berbeda  akan tetapi kebencian sampai kefanatikan telah membutakan mata dan hati sehingga  peperangan saudara tidak dapat di hindari. Kebencian itu semakin menjadi-jadi hingga zaman yang kita tidak akan tahu kapan kita bisa menghentikan,semenjak firqah atau organisasi di dirikan oleh masing-masing dari ummat muslim yang mempunyai latar faham yang berbeda.
Saya berpandangan bahwa mendirikan organisasi di dalam islam adalah sah asal tujuanya untuk mensyi’arkan dan menda’wahkan agama Allah kepada ummat yang belum mengerti,kepada ummat yang membandel,kepada bangsa dan Negara agar kehidupan manusia yang bermasyarakat yang saling membtuhkan diantara kebersamaan dapat diatur dengan peraturan hukum yang haq dan memuliakan manusia yaitu hukum Allah azza wa jalla disertai hukum yang di hasilkan dari ijtihad ulama dan umaro. Demikian yang seharusnya menjadi KHUTTOH (rencana) pendirian organisasi.
Ulama yang dipercaya ummat ternyata tidak beda dengan pemerintah yang sama-sama tidak dapat memegang amanat dengan iman yang benar. Ulama yang ta’shub (fanatic) pada kelompoknya,mazhabnya,fahamnya,baik mereka dari kelompok fundamental maupun liberal adalah tidak mencerminkan kecerdasan akal dan tidak mencerminkan keilmuan islam yang luas dan mulia.
Disitu seharusnya ulama menyadari kekurangan ilmunya dan segera membuang sifat dan sikap egoism. Oleh sebab itu di akhir masa banyak ummat yang sangat kurang mempercayai keilmuan ulama,terutama ummat dari element intelektual,mahasiswa,dan bahkan masyarakat kampung yang dikenal dekat dengan kehidupan priyayi/ulama dan pesantren. Sebagaimana yang telah di prediksi rasulullah,bahwa pada akhir masa akan bermunculan ulama suu’. Maka tidak heran kalau kemudian ummat bertanya-tanya,siapakah ulama yang harus di jadikan tempat bertanya,dijadikan tempat mengadu,dan yang mana ulama khair dan syarif (baik dan mulia).
Disebutkan ulama adalah mewarisi para nabi,seharusnya yang di ambil faham dari ucapan tersebut bukan berda’wah diatas mimbar yang dibatasi dengan waktu dan uang,akan tetapi lebih kepada ucapan dan perbuatan yang baik yang dapat menerangi hati manusia yang gelap agar  menjadi bercahaya (iman) dan ikhlas serta istiqamah dalam berda’wah.
فاسئلوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون
Artinya: bertanyalah kepada ahli ilmu (ulama) jika kalian tidak mengetahui. Adalah suruhan Allah untuk orang yang tidak mengetahui agar bertanya kepada yang mengetahui,berdasar kaidah syari’at yang benar. Yaitu ulama yang mengedepankan dalil sesuai tingkatan kekuatan dalil. Disitu ummat perlu berhati-hati untuk tidak tertipu dengan tampilan ulama saja,tapi lihatlah dan perhatikan kemampuan ilmu yang disampaikan. Jika ummat asal terima, Allah juga mengancam orang  model ini,apalagi kelebihan tunduk pada ucapan ulama yang tidak berdasar argument yang sehat secara qaidah syar’iyyah. Coba simak firman Allah ini:
ولاتقف ما ليس لك به علم,ان السمع والبصر والفؤد كل اولئك كان عنه مسؤلا
Artinya: dan janganlah kamu mengikuti apa yang tiada kamu mengetahui denganya, sesungguhnya pendengaran,penglihatan dan hati,semuanya akan dimintai pertanggung jawaban tentangnya. (al-Isra’. 36)
Ayat ini juga memberi ma’na kalau seseorag mesti terus mencari kebenaran dan berijtihad sesuai kemampuanya,bukan bertaqlid pada satu mazhab saja atau bertaqlid pada seorang guru atau seorang ulama tanpa menimbang pendapat dengan pendapat lain,tanpa menyesuaikan pendapat dengan situasi dan kondisi, dan yang paling utama adalah timbanglah pendapat guru dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.                                                                                   Ijtihad bukan melulu di qiaskan kepada ijtihadnya para imam mazhab yang memang cerdik dan pandai,akan tetapi ijtihad bisa dengan sendiri jika punya kemampuan dan ijtihad bisa dengan cara kolektif (bersama) seperti yang dilakukan oleh majlis-majlis musyawarah/syuro didalam organisasi dan atau lembaga hukum milik Negara. Pendapat yang hanya berdasar dalil zhon (praduga),sama sekali tidak dapat mengharuskan seseorang  mengikut pada sebuah zhon saja,melainkan pendapat yang berdasar ad-Dalil asy-Syar’iy yang seseorang mesti mengikut ia.
Menanggapi kalimat yang sering diucapkan oleh para ulama,yang di klaim dari hadits,berbunyi “"اختلاف امتى رحمة  artinya: “perbedaan ummatku adalah rahmat”,yang ucapan tersebut dijadikan senjata oleh mereka untuk kemudian mereka berpendapat semau-maunya,saya menanggapi:
Pertama: hadits itu ada yang menyebutnya,tidak jelas darimana sumbernya.namun saya tidak akan berbicara tentang palsu atau tidaknya.kalaupun benar hadits itu ada,maka tidak sepatutnya ulama atau siapapun orang berpendapat semaunya dan mengharuskan seseorang taqlid pada pendapat yang di dengarnya saja.                                                                             
Firman Allah: ولا تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعدماجاءهم البينت,واولئك لهم عذاب عظيم
Artinya: “janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah dan berikhtilaf setelah datang kepada mereka keterangan (ayat Allah),mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa besar”. (Ali imran.105).
Jelas ayat ini tidak membenarkan ikhtilaf yang tidak menghiraukan dalil ayat Allah dan sunnah Rasul,yang mengakibatkan ummat menjadi tafarruq (saling berpecah) karena membenarkan pendapatnya masing-masing. Dengan demikian hadits diatas tidak dapat dijadikan snjata untuk melegalkan ikhtilaf. Surat ali imran 105,ini juga dikuatkan dengan ayat yang lain,seperti surat an-Nisa’,59. Yang berbunyi: ياايها الذين امنوا اطيعواالله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم فان تنازعتم فى شيئ فردوه الى الله والرسول ان كنتم تؤمنون باالله واليوم الاخر ذالك خير واحسن تاويلا
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman ! taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan taatlah kepada ulil amri (pemerintah)/yang mengurus permasalahan diantara kalian,kemudian apabila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya),jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir,yang demikian itu lebih utama  bagi kalian dan lebih baik akibatnya”.
Dalam hadits juga ada disebutkan: الجماعة رحمة والفرقة عذاب
Artinya: “kebersamaan adalah rahmat dan bercerai berai adalah adzab”.
Bisa juga diartikan “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” dalam masalah apapun,kalau kita bersatu akan menang dan indah,termasuk dalam berpendapat (ijma’),dibandingkan dengan bercerai-berai yang terus mendatangkan permusuhan. Karena manusia yang lebih mengedepankan egoismNYA dan kedangkalan memahami agama.
Kedua: perbedaan yang halal dan indah diantaranya adalah perbedaan yang diciptakan oleh Allah,seperti perbedaan bahasa,warna kulit,suku,bangsa,dll. Islam tidak memandang perbadaan seperti tersebut,islam walaupun punya bahasa arab tapi islam bukan agama milik orng arab,islam menghalalkan kita berdo’a dengan bahasa yang kita mengerti,islam adalah agama RAHMATAN LIL’ALAMIN,islam adalah agama Allah yang menyeru kepada sekalian manusia untuk menjadi manusia yang baik,beriman dan meningkatkan ketaqwaan.
Firman Allah: يا ايها الناس انا خلقناكم من ذكر وانثى وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعرفوا ان اكرمكم عند الله اتقكم ان الله عليم خبير artinya:
Wahai sekalian manusia ! sesungguhny kami menciptakan kalian dari seorang  laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kalian barbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal,sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa.sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. (al-Hujurat.13).
Ketiga: perbedaan yang berdasar pendapat praduga (Ar-Ra’yu azh-Zhon) mungkin bisa menjadi indah apabila tidak melanggar batas dalil syari’at (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan tidak untuk dijadikan kefanatikan (taqlid buta).artinya seseorang dibebaskan memilihh pendapat yang ia merasa nyaman dengan disesuaikan kemampuan,situasi,kondisi,dan di timbang antara manfaat dan madhorotnya.
Keempat: apabila manusia tidak lagi dapat diarahkan kepada kebenaran dan membenarkan cara pandangnya,maka bertanggung jawablah dia atas ucapan dan perbuatanya sendiri.  Sebagaimana Allah sebutkan pada surat al-Isra’.ayat 36,diatas.                                                Namun demikian,saya yang dha’if dan kurang banyak ilmu,tidak menyeru kepada sesiapa untuk menjauhi ulama,sebab tanpa ulama kita akan buta pengetahuan yang dapat menghinakan diri dan kehidupan. Kita ambil ucapan dan kebenaran yang disampaikan oleh ulama dan kita tinggalkan ucapan dan perilaku atau amalan ulama yang menyimpang.
Kebenaran datang dari Allah dan kekeliruan datang dari saya pribadi,mohon untuk di maafkan dan di ma’lum.

هدانا الله و اياكم الى سبيل الرشاد
والعفو منكم




                                                                                                                                                 
                                                                                               

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar