Laman

Sabtu, 03 September 2016

Ahlussunnah wal jama'ah palsu berkumpul di chechnya

perselisihan diantara kaum muslimin, bahkan dalam kondisi sulit yang sedang dilalui oleh umat ini.
Kelima: Lahirnya pernyataan muktamar yang berbunyi: “Ahlus sunnah wal jama’ah mereka adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dalam masalah aqidah, madzhab yang empat dalam masalah fiqh dan tasawwuf murni dalam masalah ilmu, akhlaq dan tazkiyah”. Dengan demikian, mereka telah menyelisihi sunnah dan memecahbelah jama’ah sekaligus mengeluarkan para Imam yang hidup sebelum lahirnya Asy’ari dan Maturidi dari lingkup ahlus sunnah wal jama’ah, seperti Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan lainnya. Mengaitkan para imam dan siapapun yang meniti manhaj mereka dengan aqidah asy’ari, maturidi ataupun sufi, maka ini sesuatu yang sangat mustahil.
Keenam: Muktamar ini bertujuan untuk menyudutkan kelompok ekstrimis (umumnya sebutan ini disematkan kepada mereka yang bermanhaj salafi) dengan ungkapan-ungkapan yang tidak pantas, (misalnya): manhaj mereka menyimpang, bahaya, radikal bahkan mereka (kelompok yang dituduh ekstrimis) telah mencomot identitas ahlus sunnah wal jama’ah kemudian mengklaim sepihak (identitas itu) untuk diri mereka sendiri. Muktamar ini seolah merupakan titik awal pemulihan identitas ini. Oleh karena itu kita katakan pada mereka: “Penggugat wajib mendatangkan bukti. Buktikan bahwa manhaj sahabat –radhiyallahu ‘anhum- dan siapapun yang meneladani mereka adalah asy’ari atau sufi sehingga gugatan kalian menjadi jelas!”
Inilah teksnya:
“Muktamar ini merupakan titik awal yang penting dan urgen, bertujuan untuk meluruskan penyelewengan yang tajam dan serius terhadap konsep ahlus sunnah wal jama’ah pasca klaim sepihak yang diupayakan kelompok ekstrimis terhadap identitas yang mulia ini sembari menyingkirkan ahlinya.”
Ketujuh: Pesan utama dalam muktamar ini adalah: “Pendirian saluran televisi pada tingkat Federasi Rusia guna menampilkan potret Islam yang benar kepada publik sekaligus memberangus radikalisme dan terorisme”. Ini adalah pesan politis yang sempurna! Pembesar sufi dunia dari tiap negeri Islam berkumpul untuk mengamanatkan pendirian saluran televisi yang disiarkan pada tingkat Federasi Rusia guna menampilkan potret Islam yang benar kepada seluruh warga Rusia dan Chechnya!! Adakah pelecehan yang lebih besar bagi peserta muktamar?!
Kedelapan: Diantara petunjuk bahwa muktamar ini diadakan secara selektif dan eksklusif adalah adanya pesan ketiga dalam muktamar yang berbunyi: “Peningkatan kerjasama antar institusi keilmuan bergengsi seperti Universitas Al-Azhar Asy-Syarif, Universitas Al-Karaouine, Universitas Zitouna, Universitas Hadhramout, Pusat Kajian Ilmu Pengetahuan dan Eksplorasi dengan Institusi Keagamaan dan Saintifik Lokal Federasi Rusia”, sembari mengesampingkan Pusat Kajian Ilmu lainnya di penjuru negeri Islam.
Kesembilan: Diantara lelucon yang membuatku menangis adalah adanya pesan kedelapan muktamar yang merekomendasikan “undang-undang hukum pidana kepada pemerintah atas aksi tebar kebencian, provokasi, persengketaan internal dan pelanggaran terhadap tempat-tempat suci”. Apakah sesuatu yang bisa menebar kebencian dan provokasi lebih banyak dari predikat radikal, sesat dan ungkapan provokatif lainnya yang anda tudingkan kepada ahlus sunnah?!
Kesepuluh: Dengan sengaja, Muktamar Chechnya telah mengabaikan ulama sunni salafi di seluruh dunia. Andaikata muktamar ini bertujuan untuk menghimpun persatuan, niscaya para ulama akan bersatu padu dengan berbagai corak pemikiran mereka, lalu mereka akan mencetuskan konsep persatuan dan mengindahkan perkara yang masih diperselisihkan. Khususnya saat-saat seperti ini, dimana Syiah Rafidhah, Yahudi dan Nasrani mulai menampakkan permusuhan kepada mereka. Namun, kesibukan mereka lebih besar terfokus untuk menyingkirkan salafiyyun dari bingkai ahlus sunnah wal jama’ah daripada mempersatukan barisan kaum muslimin guna melawan musuh mereka.Kesebelas: Bila diperhatikan, para peserta yang berpartisipasi dalam muktamar ini terdiri dari tiga golongan:
– Pertama: Golongan yang aqidah dan corak pemikiran mereka sama dengan penyelenggara muktamar, serta memendam rasa benci terhadap salafiyyun dan dakwah tauhid. Tidak ada yang bisa kita perbuat untuk golongan pertama ini, melainkan hanya berdoa agar mereka diberi hidayah oleh Allah.
– Kedua: Golongan yang berprasangka baik kepada penyelenggara, namun akhirnya mereka kecewa.
– Ketiga: Golongan yang ikut berpartisipasi, namun mereka tidak tahu menahu mengapa mereka hadir dan untuk siapa mereka hadir. Bisa jadi mereka terkejut dengan ucapan kasar yang muncul dalam pernyataan di penghujung muktamar.
Merupakan kewajiban bagi dua golongan terakhir ini untuk berani berlepas diri dari pernyataan yang dimuat dalam kandungan muktamar. Bila tidak demikian, maka ia akan menjadi aib dalam sejarah biografi mereka.
Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka adalah orang-orang yang meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat beliau. Muktamar dan konspirasi semacam ini tidak akan merugikan dan membahayakan mereka. Justru ia merupakan pertanda kuat dan pesatnya penyebaran manhaj ini, yang dapat memicu rasa gelisah bagi suatu kaum, sehingga mereka pun berhimpun dari setiap tempat untuk mencetuskan hasil yang memalukan ini.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas urusannya, namun kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Penerjemah: Haris Hermawan
Selesai diterjemahkan pada hari Kamis, 29 Dzuqo’dah 1437 H di kota Madinah

Sabtu, 20 Agustus 2016

KHILAFAH BANI UMAYYAH


B.Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Bani Umayyah
Kekuasaan wilayah Bani Umayyah yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus dengan komunikasi yang baik, menyebabkan kadang-kadang suatu wilayah situasi keamanan dan kejadian-kejadian tidak segera diketahui oleh pusat. Di samping itu kemunduran Bani Umayyah tidak terlepas dari pengaruh sikap dan kebijakan khalifah ataupun gebernur Bani Umayyah.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitui:
1.Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam istana, antara lain:
a.Perselisihan antar keluarga khalifah.
Perselisiha antar keluarga khalifah, yaitu para putra mahkota yang menjadikan rapuhnya kekuatan kekhalifaan. Apabila yang pertama memegang kekuasaan, maka ia berusaha untuk mengasingkan yang lain dan menggantikannya dengan anaknya sendiri. Hal ini menimbulkan permusuhan dalam keluarga dan tidak hanya terbatas pada tingkat khalifah dan gebernur saja. Menurut Philip K.Hitti, sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas, pergantian khalifah itu tidak jelas. Ketidak jelasan pergantian ini mengakibatkan terjadinya persaingan yangb tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.[19]
b.Moralitas Khalifah atau gebernur yang jauh dari konsep Islam
Kekayaan Bani Umayyah disalah gunakan oleh khalifah ataupun gebernur untuk hidup berfoya-foya, bersuka ria dalam kemewahan, terutama pada masa Khalifah Yazid II naik tahta. Ia terpikat pada dua biduanitanya, Sallamah dan Hababah serta suka minum minuman keras yang berlebihan. Namun gelar peminum terhebat dipegang anaknya, al-Walid II yang terkenal keras kepala dan suka berfoya-foya. Ia diriwayatkan terbiasa berendam di kolam anggur, yang biasa ia minum airnya hingga kedalamannya berkurang.[20]Kemudian para wazir dan panglima Bani Umayyah sudah mulai korup dan mengendaliakan negara karena para khalifah pada saat itu sangat lemah.[21]
2.Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar istana,antara lain:
a.Perlawanan dari Kaum Khawarij
Semenjak berdirinya Dinasti Umayyah, para khalifahnya sering menghadapi tantangan dari golongan Khawarij. Golongan ini memandang bahwa Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah telah melakukan dosan besar.[22]Perbedaan pandangan politik antara Khawarij, Syi’ah dan Muawiyah menjadikan Khawarij mengangkat pemimpin dikalangannya sendiri. Hal ini tentu mempengaruhi stabilitas politikpada masa itu.
b.Perlawanan dari Kaum Syi’ah.
Kaum Syi’ah yang tidak pernah menyetujui pemerintahan Dinasti Umayyah dan tidak pernah memaafkan kesalahan mereka terhadap Ali dan Husain semakin aktifdan mendapat dukungan publik. Di sisi mereka berkumpul orang-orang yang merasa tidak puas, baik dari sisi politik, ekonomi maupun social terhadap pemerintahan Bani Umayyah.[23]
c.Perlawanan Golongan Mawali
Asal mula Mawali yaitu budak-budak tawanan perang yang telah dimerdekakan kemudian istilah ini berkembang pada orang Islam bukan Arab.[24]Secara teoritis, orang Mawali memiliki derajat yang sama dengan orang Arab. Namun itu tidak sepenuhnya tampak pada dinasti Umayyah bahkan mereka memandang kelompok Mawali sebagai masyarakat bawahan sehingga terbukalah jurang sosial yang memisahkan. Padahal orang Mawali ini turut serta berjuang membela Islam dan Bani Umayyah, mereka adalah basis infantry yang bertempur dengan kaki telanjangdi atas panasnya pasir, tidak di atas unta maupun kuda. Basis militer ini kemudian bergabung dengan gerakan anti pemerintah, yakni pihak Abbasiyah dan Syiah.[25]
d.Pertentangan etnis Arab Utara dengan Arab Selatan.
Pada masa kekuaasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qaisy) dan Arabia Selatan (Bani Qalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam makin meruncing.[26] Apabila khalifah tersebut berasal atau lebih dekat dengan Arab Selatan, Arab Utara akan iri demikian pula sebaliknya. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
e.Perlawanan dari Golongan Abbasiyah
Keluarga Abbas, para keturunan paman Rasulullah mulai bergerak aktif dan menegaskan tuntutan mereka untuk menduduki pemerintahan. Dengan cerdik, mereka bergabung dengan pendukung Ali dan menekankan hak keluarga Hasyim. Dengan memanfaatkan kekecewaan publik dan menampilkan diri sebagai pembela sejati agama Islam, para keturunan Abbas segera menjadi pemimpin gerakan anti Umayyah.[27]
Inilah faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang membawa kehancuran bagi Bani Umayyah. Apalagi ketika tiga gerakan terbesar yakni Abasiyah, Syi’ah dan Mawali bergabung dalam gerakan koalisi untuk menumbangkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah dan bertujuan mendirikan kerajaan baru yang ideal.
Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus yang telah dirintis oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan ditandai dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad sebagai khalifah dari Bani Umayyah.

BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.Kemajuan yang dicapai pada masa Bani Umayyah bertitik tolakdari dua hal, yaituterciptanya suasana kondusif sebagai dampak dari keberhasilan menyatukan ummat Islam pada awal pembentukan dinasti dan ekspansi besar-besaran yang menyebabkan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam. Hal inilah kemudian mempengaruhi perkembangan sastra, ilmu pengetahuan, ekonomi dan administrasi negara.
2.Kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal disebabkan karena perselisihan antar keluarga khalifah serta moralitas khalifah yang jauh dari konsep agama Islam. Sedangkan faktor eksternal adalah perlawanan dari Kaum Khawarij, Kaum Syiah, golongan Mawali, adanya pertentangan antara Arab Utara dengan Arab Selatan serta puncaknya ketika adanya perlawanan dari Golongan Abbasiyah .
http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/dinasti-bani-umayyah.hhtml