Laman

Minggu, 28 Oktober 2012

Pujian Keras di dalam Masjid yang mengganggu

Bagi Ummat muslim Indonesia khususnya yang berada di tanah Jawa,puji-pujian atau syair-syairan atau shalawatan yang di lantunkan di antara adzan dan iqamat bukanlah perkara asing,karena bagi mereka puji-pujian,shalawatan dsb,itu sudah menjadi tradisi yang di nilai luhur dan merupakan 'ibadah oleh para kyai. memanglah demikian, bahwa pujian untuk Allah,shalawatan untuk Rasulullah,dsb tersebut bernilai 'ibadah dan berpahala. tapi bagaimana jika Hal2 tersebut di bacakan atau di lantunkan dengan suara yang nyaring bahkan menggunakan pengeras suara (speaker) sehingga masa bodoh pada orang-orang lain yang sedang berada di dalam masjid yang sama untuk melaksanakan shalat atau sedang membaca Qur'an atau sekedar dzikir ?

para ulama Nahdliyyin memang menganggap Hal ini tidak masalah karena pujian,shalawatan,dsb, di nilai boleh dan berpahala dg dalil yang mereka ajukan, diantara :
قال سعيد بن السيب : مر عمر فى المسجد وحسان ينشد فلحظ اليه فقال : كنت انشد فيه وفيه من هو خير منك. يعنى رسول الله. (ح.ص.ر البخارى
Artinya : "Telah berkata Sa'id bin Musayyab :Umar sedang melewati Masjid sementara Hassan sedang bernyanyi disitu,maka Umar melirik/melotot padanya. maka berkata Hassan : Saya bernyanyi di dalam masjid dan di dalam masjid ada orang yang lebih baik dari kamu. ya'ni,Rasulullah. (H.S.R.Bukhari)
قالت عائشة : كان رسول الله ص. ينصب لحسان منبرا فى المسجد فيقوم عليه يهجو الكفار (ص.ر. الترمذى
Artinya : "Berkata 'Aisyah R.A : Rasulullah pernah adakan suatu minbar di masjid bagi hassan untuk menyerang kaum kafir (dengan syairnya). (S.R.At-Tirmidzi).

Nampaknya dalil yang di bawakan oleh ulama yang menghalalkan pujian/shalawatan dengan pengeras ini satu2nya buat senjata bagi mereka. padahal masih banyak Hadits yang lain yang menunjukkan larangan buat bernyanyi/pujian/shalawatan dengan menyaringkan suara sehingga mengganggu ketenangan orang lain.
 ان عبدالله بن حذافة قام يصلى فهجر بصلاته فقال النبى ص : يابن حذافة لا تسمعنى وسمع ربك. (ح.ص.ر. احمد
Artinya : "Sesungguhnya Abdullah bin Hudzafah berdiri melaksanakan Shalat lalu ia menyaringkan suara. maka berkata Rasulullah padanya : Wahai Ibnu Hudzafah ! jangan kamu perdengarkan bacaan/suaramu padaku dan perdengarkanlah kepada Tuhanmu." (H.S.R. Ahmad).

قال ابو سعيد : اعتكف رسول الله ص. فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال : الا ان كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا بالقراءة (ح.ص.ر. ابو داود
Artinya : " Telah berkata Abu Sa'id : Rasulullah s.a.w i'tikaf di masjid lalu beliau mendengar orang-orang mengeraskan bacaanya maka Beliau membuka tirai,lalu beliau berkata : Ketahuilah ! sesungguhnya kalian itu sedang bermunajat kepada Tuhan kalian,maka janganlah sebagian di antara kalian saling menyakiti dengan bacaan." (H.S.R. Abu Dawud).

kalau kita perhatikan hadits yang di bawakan oleh kyai yang menghalalkan pujian dengan suara keras itu adalah, bahwa hadits di atas tidak memberi faham kalau pada saat hassan  bernyanyi itu ada orang lain yang sedang beribadah.


maka dari ini, apakah orang-orang yang mempertahankan pujian/shalawatan dengan pengeras suara masih mengaku "Sam'an wa Tha'atan ?" janganlah begitu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar